Ustadz H. Ahmad Fauzi Qosim, S.S., M.A., M.M.

Menyantuni anak yatim adalah hal yang sangat disukai oleh Allah SWT. Ditambah lagi, Allah SWT menempatkan anak yatim sebagai tempat yang tertinggi di dalam Al Quran. Di beberapa tempat kita kerap melihat penggalangan dana zakat untuk anak yatim. Yang jadi pertanyaan adalah apakah anak yatim merupakan salah satu golongan penerima zakat?
Mari kita telusuri 5 (lima) hal penting pada zakat anak yatim, agar semangat untuk berbagi selalu memupuk dalam jiwa:
1. Hukum Anak Yatim menjadi Penerima Zakat
Dalam Al-Qur’an pada Surat At-Taubah anak yatim bukan termasuk golongan orang-orang yang dapat menerima zakat.
Adapun pada Firman Allah SWT sebagai berikut:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. At-Taubah: 60)
Namun jika anak yatim tersebut masuk atau memenuhi kriteria penerima zakat, maka anak yatim tersebut berhak menerima zakat. Adapun kriterianya yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang dililit utang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir.
Pengertian
Dasar Hukum Wakaf
Wakaf (bahasaArab: وقف, [ˈwɑqf]; plural bahasaArab: أوقاف, awqāf; bahasa Turki: vakıf, bahasa Urdu: وقف) adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.
Wakaf merupakan Sedekah Jariyah. Harta Waqaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan. Karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik Allah atas nama ummat.
2. Golongan Penerima Zakat dalam Al-Qur’an
Berikut penjelasan delapan golongan yang terdapat dalam QS.At-Taubah adalah sebagai berikut:
- Fakir adalah yang tidak memiliki apa-apa dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari
- Miskin, berbeda dengan fakir yang hampir tidak memiliki apapun, namun golongan miskin yaitu masih memiliki harta. Hartanya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Amil adalah tim yang mengumpulkan dan menerima zakat. Berkontribusi untuk menyalurkan zakat dari masyarakat untuk masyarakat yang tidak mampu.
- Muallaf adalah seseorang yang baru saja memasuki agama islam dan masih membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan dirinya.
- Hamba Sahaya berhak untuk mendapatkan zakat dikarenakan adalah budak yang ingin memerdekakakn diri,
- Gharim adalah golongan yang dililit oleh utang untuk memenuhi kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya.
- Fisabilillah berhak untuk menerima zakat dikarenakan mereka berjuang di jalan Allah SWT yaitu berperang, berdakwah, dan lainnya.
- Ibnu Sabil adalah golongan yang kehabisan bekal diperjalanan atau musafir, sehingga mereka berhak untuk mendapatkan zakat.
Jika anak yatim tersebut memenuhi persyaratan diantara golongan tersebut, maka anak yatim berhak untuk mendapatkan zakat. Namun jika anak yatim tersebut hidup serba lebih, dan tidak termasuk golongan diatas tersebut, maka tidak berhak untuk menerima zakat.
3. Manfaat Zakat Kepada Anak Yatim yang Memenuhi Kriteria Penerima Zakat
Allah SWT sangat menyayangi hamba-Nya yang senantiasa berbagi dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Sehingga Allah SWT akan memberkahkan dan memudahkan urusannya selalu juga. Salah satunya adalah berzakat, dan zakat tersebut kebetulan diberikan kepada anak yatim yang memenuhi kriteria penerima zakat. Adapapun berbagai manfaatnya sebagai berikut:
- Menyejukkan dan menenangkan Hati
- Pahala Terus Mengalir
- Menjauhkan Diri dari Api Neraka
- Terhindar dari Bencana
- Memperpanjang Umur
- Harta yang Berkah
Adapun dalam Hadits Riwayat Ibnu Majah, bahwa menolong anak yatim akan memperoleh banyak keberkahan, sebagai berikut:
“Dengan menyantuni dan memelihara anak yatim, maka akan banyak kelimpahan berkah yang ada pada rumah tersebut tidak peduli seberapa bagus atau jelek rumah tersebut. Sebaik-baik rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan sejelek-jelek rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim dan dia diperlakukan dengan buruk.” (HR. Ibnu Majah)
4. Cara yang Baik Menyantuni Yatim
Pada hakikatnya menyantuni anak yatim itu adalah dengan cara membawa anak yatim ke dalam keluarga, mencukupi kebutuhannya, mengajari, mendidiknya sampai baligh. Hal tersebut adalah bentuk santunan kepada anak yatim yang paling utama bagi umat muslim. Para penjamin anak yatim harus dapat memperlakukan mereka seperti keluarganya sendiri dalam hal sandang, pangan, dan pendidikan.
Pada Hadits Riwayat Bukhari Muslim Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai para wanita, bersedekahlah walaupun dari perhiasan kamu.
(Zainab berkata).
Aku pergi kepada Abdullah (Ibnu Mas’ud) dan berkata:
Sesungguhnya engkau adalah laki-laki ringan yang suka membantu, sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kami (para wanita) untuk bersedekah. Maka, datanglah kepadanya dan tanyakan barang kali sedekah kepadamu sudah dianggap sedekahku. Bila tidak, maka aku akan keluarkan sedekah kepada selain kamu.
(Kemudian Zainab mengatakan, maka Abdullah bin Mas’ud berkata kepadanya).
Kamu sajalah yang datang.
Zainab pergi menemui Rasulullah dan di depan pintu rumah Rasulullah ada perempuan Anshar yang punya kebutuhan yang sama. Kemudian, datang Bilal, Zainab berkata kepadanya dan memohon kepada Bilal untuk menyampaikan kepada Rasulullah. Ia menyampaikan bahwa ada dua orang perempuan yang sedang menunggu di depan pintu rumahnya.
Lalu Ia bertanya tentang sedekah kepada suami dan anak-anak yatim di rumah mereka, apakah mereka itu akan mendapat balasan pahala? Bilal pun masuk dan menyampaikan pertanyaan tersebut.
(Rasulullah SAW bertanya).
Siapa mereka berdua?
(Bilal menjawab).
Seorang wanita Anshar dan Zainab.
(Nabi SAW bertanya).
Zainab yang mana?
(Bilal berkata).
Zainab istri Abdullah (Ibnu Mas’ud).
(Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal)
Mereka berdua mendapatkan dua pahala, yakni pahala menjaga kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Anjuran Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram
Di bulan Muharram yang mulia ini anjuran memperbanyak amal baik bisa dilakukan dengan berbagai cara. Meningkatkan ibadah yang wajib dan menambah amalan sunnah salah satunya bisa dengan bersedekah untuk anak yatim piatu. Selain itu, dengan sedekah yatim, semoga kita bisa menjadi tetangga Rasulullah di surga.
Nabi Muhammad Rasulullah SAW mengatakan bahwa terdapat 3 (tiga) amalan yang pahalanya tidak akan terputus meski seseorang telah meninggal dunia. Tiga amalan tersebut adalah, sedekah jariyah, doa anak yang saleh, serta ilmu yang bermanfaat.
Maka jadilah umat muslim yang senantiasa menaungi anak yatim, saling memberi dan mengasihi untuk kebaikan mencapai ridho Allah SWT. Dengan memakmurkan anak yatim, berarti kita mencerahkan masa depan mereka baik di dunia serta akhirat serta mendatangkan kebaikan untuk kehidupan.
Di sisi lain, semakin banyak anak-anak yang kehilangan orang tua atau wali akibat pandemi Covid-19. Angka kehilangan bukanlah sekadar statistik, melainkan pukulan yang semakin menambah duka. Mengutip dari CDC, kehilangan orang tua, nenek, kakek, atau keluarga yang mengasuhnya seumur hidup punya dampak panjang yang dapat menghancurkan kesejahteraan mental, fisik, dan ekonomi.
Tak ada anak yang rela kehilangan orang tua atau walinya dalam waktu yang singkat. Begitupula tak ada seorang anak pun yang bisa memilih bagaimana ia dilahirkan, dari keluarga yang lengkap atau ‘kurang’. Namun, peran kita bisa melengkapi kehidupan anak yatim di sekitar kita.
Berdasarkan Al-Qur’an & Sunnah
- Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
- Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya?”
- Sabda Rasulullah SAW: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya. Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
- Hadist lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (waqaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Amalan yang di Gemari Para Sahabat Nabi
Peristiwa ini, kali pertama dikisahkan saat Nabi hijrah ke Madinah dan sebelum pindah ke rumah pamannya yang berasal dari Bani Najjar. Rasulullah membeli tanah dari anak yatim, yang kemudian mewaqafkan tanah tersebut untuk pembangunan masjid, yang saat ini dikenal dengan nama masjid Nabawi.
Waqaf yang dilakukan Rasulullah ini, diikuti oleh para sahabat, hingga berlomba-lomba untuk menunaikanya.
Allah SWT pun berfirman dalam Surat Al-Imran ayat 92:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
Ayat inilah, yang membuat Abu Thalhah semangat untuk berwakaf, sekalipun harus mewakafkan kebun terbaik yang menjadi kesayangnya.
Berkenaan dengan kisah tersebut, semakin banyak pula para sahabat yang bersedia dan merelakan harta miliknya untuk diwakafkan demi kemaslahan umat, seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di makkah untuk anak keturunanya yang datang ke Makkah. Umar dengan kebunnya, Khaibar untuk disedekahkan. Kemudian Utsman bin Affan, membeli sumur yang dimiliki orang Yahudi, dari harta pribadinya.
Dengan beberapa kisah tersebut, menandakan bahwa waqaf telah ada dan diperkenalkan pada zaman Rasulullah. Bahkan, keutamaanya yang diperoleh dari berwakaf sudah terpaparkan secara jelas dalam Al-Qur’an. Sehingga, bagi Rasulullah dan sahabat menjadi ibadah yang tak ingin dilewatkan begitu saja.
Wakaf, Pahala yang Mengalir Abadi
Berwakaf menjadi salah satu ibadah yang istimewa jika dilakukan, selain menunaikan zakat, sedekah dan infaq. Islam juga memberikan kesempatan untuk menjaga keberkahan dan kekekalan harta untuk mengapai kebaikan dan ridho-Nya melalui berwakaf.
Dengan berwakaf, kita tak perlu khawatir dapat menghabiskan harta yang kita miliki. Justru, kita akan memperoleh nilai manfaatnya yang tak hanya dapat dinikmati selama kita di dunia, namun bisa kita tuai hingga akhirat nanti. Meskipun pewakifnya telah tiada, bulir kebaikan dan manfaatnya akan terus mengalir
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah 261, yang berbunyi:
“perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang dikendaki, dan Allah Maha Kuasa (karuania-Nya) lagi Maha Mengetahui”
Jika ditelaah, manfaat berwakaf terus dapat dirasakan oleh orang banyak, bahkan lintas generasi. Karena wakaf bisa dimanfaat dalam jangka waktu yang panjang dan tidak terputus hingga generasi mendatang, tanpa harus merugikan generasi sebelumnya, sekalipun wakif sudah meninggal dunia.
Bahagiakan Hidup, dengan Berwakaf
Dalam harta yang kita miliki saat ini, terdapat hak orang lain. Melalui gerakan waqaf inilah, harta yang kita miliki bisa dijadikan nilai kebermanfaatan bagi banyak orang.
Bukankah manusia yang paling beruntung adalah manusia yang memiliki banyak manfaatnya untuk orang lain?
Rasulullah SAW pun bersabda, yang dijelaskan dalam riwayat HR Tharbani,
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.”
Dalam hal ini, bukan mengesampingkan keutamaan dalam beritikaf, melainkan Allah menggambarkan bahwa ketika kita menebar kebahagiaan, membantu dalam kesulitan sangat besar manfaat yang bisa kita peroleh.
Kenapa Wakaf Produktif?
Wakaf masih dipandang sebagai sebuah ibadah yang identik dengan 3M (makam, masjid, madrasah). Kurangnya literasi masyarakat menyebabkan wakaf masih dipandang sebelah mata. Padahal, potensinya di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi alat untuk pemerataan ekonomi.
Pandangan masyarakat terhadap wakaf pun cenderung menyalurkan wakaf melalui aset tidak bergerak (wakaf sosial). Padahal, wakaf produktif sangat memiliki peran bukan hanya kebermanfaatan pada masyarakat, melainkan juga mengembangkan surplus investasi wakaf.
Memasuki era revolusi industri 4.0, sudah semestinya wakaf produktif menjadi sebuah gerakan yang mampu membuat masyarakat lebih sadar terhadap pentingnya wakaf dalam percepatan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Rashid (2002), wakaf juga memiliki sejarah dalam membangun peradaban Muslim. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Imam Syafii, wakaf mulai dikembangkan secara bertahap oleh para nabi-nabi terdahulu dan dilanjutkan oleh para sahabat rasul. Ternyata lembaga ini sudah muncul pada zaman sahabat di tahun ke 7 Hijriyah dan sampai saat ini mereka masih eksis dan bertahan lebih dari 1000 tahun lamanya (Rashid, 2002). Lembaga Al Azhar telah menghasilkan jutaan ulama di berbagai dunia yang telah membuat banyak perubahan di negara mereka berada.
Di Pakistan, pemerintah mengatur waqaf pada tahun 1959 untuk menghindari mismanagement dan moral hazard. Di Islamabad dikelola oleh departemen wakaf yang memiliki dua hal penting. Pertama, sayap masjid dan kedua sayap sakral. Hal ini berarti tanah-tanah waqaf tidak diperuntukkan untuk tujuan bisnis dan menghasilkan keuntungan. Maka dari itu, pengelolaan wakaf ini tergantung dana yang masuk ke lembaga dari para donaturnya. Sedangkan gaji orang-orang yang bekerja di sini diambil dari infaq para donatur. Begitu juga dana untuk perayaan festival, pelaksanaan kompetisi Al-Quran, memberikan makan anak-anak yang tidak mampu, dan termasuk biaya perawatan masjid serta tempat-tempat sakral lainnya (Sukmana et al, 2009).
Di Inggris (UK), Islamic Relief telah berhasil mengelola dana wakaf yang dikumpulkan melalui program wakaf tunai. Lembaga ini menggunakan cara dengan menjual saham wakaf yang sahamnya bernilai 890 setiap lembarnya. Pemegang saham memiliki hak yang tidak tertulis untuk menentukan ke mana dana ini akan disalurkan. Meskipun Islamic Relief sendiri menyukai dana yang dimasukkan dalam wakaf secara general, agar dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Fakta di Indonesia
Di Indonesia, pada umumnya, konsep wakaf dibangun dengan paradigma bahwasanya wakaf dapat digunakan untuk masjid dan aktifitas ibadah lainnya. Namun pada kenyataannya tidak berdampak banyak terhadap kemajuan sosial dan ekonomi daerah tersebut. Dari data yang kita miliki, ada 330 hektar tanah wakaf yang ada di Indonesia, 68% diantaranya digunakan untuk pembangunan masjid, 9% untuk pendidikan, 8% untuk kuburan, dan 15% lainnya digunakan untuk hal yang lain (Waqafpro99, 2011).
Dari data ini, sangat disayangkan sekali kebanyakan tanah waqaf tidak digunakan untuk tujuan produktif, bahkan banyak sekali dari tanah ini yang masih menganggur tanpa jelas harus dipergunakan untuk apa. Perlu adanya sebuah lembaga yang mulai mempelopori konsep wakaf dengan tujuan pengembangan bisnis produktif, sebagaimana sebagian keuntungannya bisa digunakan untuk keperluan konsumtif masyarakat kurang mampu.
Solusi? Rubah Mindset
Dompet Dhuafa mencoba mengubah mindset masyarakat tentang wakaf dengan program “Wake Up Wakaf”. Dengan program ini Dompet Dhuafa mengedukasi masyarakat bahwa wakaf bisa dilakukan dengan nilai yang tidak besar, hanya dengan Rp 10.000 saja ketika satu juta orang di Indonesia memiliki komitmen berwakaf , maka 10 milliar akan diperoleh setiap bulannya.
Dompet Dhuafa memiliki portofolio baik dibidang wakaf produktif. Rumah Sakit, Kebun, Sekolah, Ruko, Kantor, Kampus dan masih banyak lagi. Produktif bukan hanya dari segi finansial, tapi juga value kebermanfaatannya yang tak pernah putus.
Hartamu, Tidak dibawa Mati
Berwakaf menjadi salah satu ibadah yang istimewa jika dilakukan, selain menunaikan zakat, sedekah dan infaq. Islam juga memberikan kesempatan untuk menjaga keberkahan dan kekekalan harta untuk mengapai kebaikan dan ridho-Nya melalui berwakaf.
Dengan berwakaf, kita tak perlu khawatir dapat menghabiskan harta yang kita miliki. Justru, kita akan memperoleh nilai manfaatnya yang tak hanya dapat dinikmati selama kita di dunia, namun bisa kita tuai hingga akhirat nanti. Meskipun pewakifnya telah tiada, bulir kebaikan dan manfaatnya akan terus mengalir
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah 261, yang berbunyi:
“perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang dikendaki, dan Allah Maha Kuasa (karuania-Nya) lagi Maha Mengetahui”
Jika ditelaah, manfaat berwakaf terus dapat dirasakan oleh orang banyak, bahkan lintas generasi. Karena wakaf bisa dimanfaat dalam jangka waktu yang panjang dan tidak terputus hingga generasi mendatang, tanpa harus merugikan generasi sebelumnya, sekalipun wakif sudah meninggal dunia.
Bahagiakan Hidup, dengan Berwakaf
Dalam harta yang kita miliki saat ini, terdapat hak orang lain. Melalui gerakan waqaf inilah, harta yang kita miliki bisa dijadikan nilai kebermanfaatan bagi banyak orang.
Bukankah manusia yang paling beruntung adalah manusia yang memiliki banyak manfaatnya untuk orang lain?
Rasulullah SAW pun bersabda, yang dijelaskan dalam riwayat HR Tharbani,
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.”
Dalam hal ini, bukan mengesampingkan keutamaan dalam beritikaf, melainkan Allah menggambarkan bahwa ketika kita menebar kebahagiaan, membantu dalam kesulitan sangat besar manfaat yang bisa kita peroleh.