INFAK DARI HASIL JUDI

Pertanyaan: Bagaimana hukumnya jika berinfak atau menyedekahkan harta yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti hasil taruhan bola? Saya beranggapan bahwa hasil uang haram bila digunakan untuk membeli barang tidak menjadi masalah. Setahu saya, uang haram tidak boleh digunakan untuk membeli makanan karena akan menjadi dosa dan darah yang mengalir akan diteruskan ke anak kita. Bagaimana dengan anggapan saya ini? Kalau uang haram itu diinfakkan, apakah saya mendapat keberkahan atau tetap berdosa?…

Jawaban: Allah berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. 2: 188).

Para ahli tafsir mengatakan bahwa kata memakan yang ada pada ayat di atas merupakan gambaran fenomena umum. Artinya, motivasi sebagian besar orang dalam memiliki harta demi memenuhi kebutuhan dirinya terhadap makanan. Penggunakan kata “memakan” pada ayat di atas bukan bertujuan membatasi keharaman pada memakan saja, melainkan keharaman terhadap harta yang diperoleh dengan cara tidak benar mencakup seluruh jenis pemanfaatan. Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, baik itu judi, korupsi, maupun mencuri hukumnya haram memanfaatkan harta tersebut.

Para ulama membagi sesuatu yang diharamkan menjadi dua kategori. Pertama, haram secara zat seperti daging babi, daging anjing, bangkai, darah, dan sejenisnya. Kedua, haram secara hukum. Bisa jadi sesuatu itu halal secara zat tetapi cara memperolehnya tidak sesuai dengan syariat, maka mengonsumsinya menjadi haram pula. Sebagai contoh, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, uang hasil judi, dan lain-lain. Allah  mengharamkan kedua jenis harta di atas.

Abu Mas’ud al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah ` melarang menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina, dan bayaran praktik perdukunan (sihir) (HR. Bukhari Muslim). Hadits ini bisa menjadi landasan keharaman suatu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.

Lalu, bolehkah kita menggunakan harta tersebut untuk infak? Allah l berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji” (QS. 2: 267).

Sehubungan dengan hal itu, Rasulullah ` bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima salat tanpa bersuci, dan sedekah dari hasil korupsi (gulul)” (HR. an-Nasa’i).

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, Allah l tidak menerima sedekah harta yang diperoleh melalui cara yang tidak benar. Dia hanya akan menerima sedekah harta yang berasal dari sumber yang halal.

Bagaimana solusi atas harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar? Harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar banyak ragamnya. Apabila seseorang memperoleh harta dengan cara menzalimi dan mengambil hak orang lain, maka ia harus mengembalikannya. Misalnya, harta yang diperoleh melalui mencuri, mencopet, korupsi, merampok, dan sejenisnya. Orang tersebut berdosa atas perbuatannya, tetapi di sisi lain, ia berkewajiban untuk mengembalikan kepada orang yang berhak. Sedangkan bila harta itu diperoleh dengan cara menzalimi orang lain secara umum (bukan spesifik) sehingga sulit untuk mencari orangnya, ia dapat mendistribusikan harta yang diperoleh dengan cara tidak benar itu kepada wilayah kemaslahatan umum. Misalnya, ia dapat menggunakannya untuk pembangunan jalan, jembatan atau fasilitas umum lainnya. Dalam hal ini, jangan mendistribusikannya untuk pembangunan masjid.

Apakah seseorang mendapat pahala dari sedekah harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar?

Apabila seseorang mendapatkan harta haram dengan usahanya, ia berdosa dengan usahanya itu. Jika ia infakkan harta itu, ia tidak akan mendapat pahala atas infak tersebut. Namun, kalau diinfakkan karena ia tidak mau memakan harta haram dan karena pertobatan, maka ia memperoleh pahala atas niat baiknya.

Berbeda halnya dengan seseorang yang mendapatkan harta haram bukan karena usaha dirinya atau ia mendapatkannya karena suatu aturan dan kebutuhan darurat. Misalnya, seseorang memperoleh bunga dari tabungannya yang ia tidak bisa melepaskan diri darinya. Padahal, ia menabung bukan untuk mendapatkan bunga. Bunga itu tetap haram baginya. Kalau bunga tersebut diinfakkan, ia tidak akan memperoleh pahala atas infak itu. Ia bisa mendapat pahala dari niat salehnya untuk melepaskan diri dari harta haram yang datang bukan atas kemauan dirinya. Wallahualam.

Kabar Kebaikan Lainnya

Masjid Nabawi, Wakaf Pertama Rasululllah

K.H. Izzuddin Edi Siswanto,Lc., M.A., Ph.D. Masjid Nabawi merupakan salah satu masjid yang dimuliakan. Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Janganlah kalian berkunjung kecuali pada tiga masjid,

Dompet Dhuafa Jawa Tengah

Jl. Pamularsih Raya No.18 C, Bojongsalaman, Kec. Semarang Bar. Kota Semarang Jawa Tengah

0815 7798 783 – (024) 7623884

Kantor Unit Purwokerto

Jl. Yayasan No.1, Berkoh, Kec. Purwokerto Sel., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53146

0811 2890 287 – (0281) 632543

Kantor Unit Solo

Perumahan Citra Pesona Indah 1 – Gedongan rt04/06, Gedongan, Colomadu, Karanganyar Regency, Central Java 57173

0815 7798 783 – (024) 7623884

 

Ikuti Kami